2.1
Sifat Hambatan
2.1.1 Hambatan yang bersifat objektif
Hambatan terhadap proses komunikasi yang tidak disengaja dibuat oleh pihak
lain tetapi lebih disebabkan oleh keadaan yang tidak menguntungkan. Misalnya
karena cuaca, kebisingan kalau komunikasi di tempat ramai, waktu yang tidak
tepat, penggunaan media yang keliru, ataupun karena tidak kesamaan atau tidak
“in tune” dari frame of reference dan field of reference antara komunikator
dengan komunikan.
2.1.2 Hambatan yang bersifat subjektif
Hambatan yang sengaja di buat orang lain sebagai upaya penentangan,
misalnya pertentangan kepentingan, prasangka, tamak, iri hati, apatisme, dan
mencemoohkan komunikasi. Sedangkan kalau diklasifikasikan hambatan
komunikasi meliputi :
a.
Gangguan (Noises), terdiri dari :
· Gangguan mekanik (mechanical/channel noise), yaitu gangguan disebabkan
saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik.
· Gangguan semantik (semantic noise), yaitu bersangkutan dengan pesan
komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak. Lebih banyak kekacauan penggunaan
bahasa, pengertian suatu istilah atau konsep terdapat perbedaan antara
komunikator dengan komunikan.
· Gangguan personal (personnel noise), yaitu bersangkutan dengan kondisi
fisik komunikan atau komunikator yang sedang kelelalahan, rasa lapar, atau
sedang ngantuk. Juga kondisi psikologis, misalnya tidak ada minat, bosan, dan
sebagainya.
b.
Kepentingan (Interest)
Interest akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati
suatu pesan. Orang akan memperhatikan perangsang yang ada kaitannya dengan
kepentingannya. Kepentingan bukan hanya mempengaruhi perhatian kita tetapi juga
menentukan daya tanggap, perasaan, pikiran, dan tingkah laku yang akan
merupakan sikap reaktif terhadap segala perangsang yang tidak bersesuaian atau
bertentangan dengan suatu kepentingan.
c.
Motivasi
Motif atau daya dorong dalam diri seseorang untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya.
Pada umumnya motif seseorang berbeda-beda jenis maupun intensitas dengan yang
lainnya, termasuk intensitas tanggapan seseorang terhadap suatu komunikasi.
Semakin komunikasi sesuai motivasinya semakin besar kemungkinan komunikasi itu
dapat diterima dengan baik oleh pihak komunikan.
d.
Prasangka (Prejudice)
Sikap seseorang terhadap sesuatu secara umum selalu terdapat dua alternatif
like and dislike, atau pun simpati dan tidak simpati. Dalam sikap negatif
(dislike juga tidak simpati) termasuk prasangka yang akan melahirkan curiga dan
menentang komunikasi. Dalam prasangka emosi memaksa seseorang untuk menarik
kesimpulan atas dasar stereotif (tanpa menggunakan pikiran rasional). Emosi
sering membutakan pikiran dan pandangan terhadap fakta yang nyata, tidak akan
berpikir secara objektif dan segala yang dilihat selalu akan dinilai negatif.
e.
Evasi Komunikasi
Evasion of communication adalah gejala mencemoohkan dan mengelakkan suatu
komunikasi untuk kemudian mendiskreditkan atau menyesatkan pesan
komunikasi. Menurut E. Cooper dan M. Johada yang dikutip oleh Onong Uchjana
Effendi dalam buku “Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi” menyatakan beberapa
jenis evasi : Menyesatkan pengertian (understanding derailed), contoh : Apabila
seorang mahasiswa menyerukan pada teman-temannya untuk meningkatkan prestasi
belajar dengan jalan rajin masuk kuliah, rajin membaca, dan menghormati dosen.
Maka komunikasinya oleh mahasiswa lain mungkin akan diangggap sebagai usaha
mencari muka.
f.
Mencacadkan pesan komunikasi (message made
invalid)
Contoh : Apabila seorang siswa A tidak disenangi oleh siswa B, C, D, dan E.
Ketika B melihat A sedang dinasehati guru BP, maka B mengatakan pada C bahwa A
sedang dimarahi Guru BP. C mungkin mengatakan pada D bahwa A sedang dimaki-maki
Guru BP. Dan D mengatakan pada E bahwa A diskor oleh Guru BP.
2.2
Hambatan Komunikasi
Proses
komunikasi merupakan suatu proses yang sangat kompleks sehingga permasalahan
dapat terjadi pada tingkat individu, kelompok, maupun organisasi. Hambatan
adalah gangguan yaitu segala sesuatu yang menganggu kelancaran komunikasi serta
akan menghambat kelancaran pengiriman dan penerimaan pesan.
2.2.1
Hambatan Internal
Hambatan Internal adalah hambatan yang berasal dari dalam diri
individu yang terkait kondisi fisik dan psikologis. Contohnya, jika seorang
mengalami gangguan pendengaran maka ia akan mengalami hambatan komunikasi.
Demikian pula seseorang yang sedang tertekan (depresi) tidak akan dapat
melakukan komunikasi dengan baik.
2.2.2
Hambatan Eksternal
Hambatan Eksternal adalah hambatan yang berasal dari luar individu
yang terkait dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya. Contohnya,
suara gaduh dari lingkungan sekitar dapat menyebabkan komunikasi tidak berjalan
lancar. Contoh lainnya, perbedaan latar belakang sosial budaya dapat
menyebabkan salah pengertian.
2.2.3 Hambatan Fisik
Hambatan
fisik dapat mengganggu komunikasi yang efektif, cuaca gangguan alat komunikasi,
dan lain lain, misalnya: gangguan kesehatan, gangguan alat komunikasi dan
sebagainya.
2.2.4 Hambatan Semantik.
Kata-kata yang dipergunakan dalam komunikasi kadang-kadang mempunyai arti mendua yang berbeda, tidak jelas atau
berbelit-belit antara pemberi pesan dan penerima
2.2.5 Hambatan Psikologis
Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu
komunikasi, misalnya; perbedaan nilai-nilai serta harapan yang berbeda antara
pengirim dan penerima pesan.
2.2.6 Hambatan dari Proses
Komunikasi
Ø Hambatan dari pengirim pesan, misalnya pesan yang akan disampaikan
belum jelas bagi dirinya atau pengirim pesan, hal ini dipengaruhi oleh perasaan atau situasi emosional.
Ø Hambatan dalam penyandian/simbol
Hal ini dapat terjadi karena bahasa yang
dipergunakan tidak jelas sehingga mempunyai arti lebih dari satu, simbol yang dipergunakan
antara si pengirim dan penerima tidak sama atau bahasa yang dipergunakan
terlalu sulit.
Ø Hambatan media, adalah hambatan yang terjadi dalam penggunaan
media komunikasi, misalnya gangguan suara radio dan aliran listrik sehingga
tidak dapat mendengarkan pesan.
Ø Hambatan dalam bahasa sandi. Hambatan terjadi dalam menafsirkan
sandi oleh si penerima
Ø Hambatan dari penerima pesan, misalnya kurangnya perhatian
pada saat menerima /mendengarkan pesan,
sikap prasangka tanggapan yang keliru dan tidak mencari informasi lebih lanjut.
Ø Hambatan dalam memberikan
balikan. Balikan yang diberikan tidak menggambarkan apa adanya akan
tetapi memberikan interpretatif, tidak tepat waktu atau tidak jelas dan
sebagainya.
2.2.7 Hambatan-Hambatan dalam
Komunikasi Lintas Budaya
a)
Etnosentrisme
Etnosentrisme
didefinisikan sebagai kepercayaan pada superioritas inheren kelompok atau
budayanya sendiri; etnosentrisme mungkin disertai rasa jijik pada orang-orang
lain yang tidak sekelompok; etnosentrisme cenderung memandang rendah
orang-orang lain yang tidak sekelompok dan dianggap asing; etnosentrisme
memandang dan mengukur budaya-budaya asing dengan budayanya sendiri.
Jelas sekali bahwa
dengan kita bersikap etnosentrisme kita tidak dapat memandang perbedaan budaya
itu sebagai keunikan dari masing-masing budaya yang patut kita hargai. Dengan
memandang budaya kita sendiri lebih unggul dan budaya lainnya yang asing
sebagai budaya ’yang salah’, maka komunikasi lintas budaya yang efektif
hanyalah angan-angan karena kita akan cenderung lebih mebatasi komunikasi yang
kita lakukan dan sebisa mungkin tidak terlibat dengan budaya asing yang berbeda
atau bertentangan dengan budaya kita. Masing-masing budaya akan saling
merendahkan yang lain dan membenarkan budaya diri sendiri, saling menolak,
sehingga sangat potensial muncul konflik di antaranya.
b)
Stereotipe
Kesulitan komunikasi
akan muncul dari penstereotipan (stereotyping), yakni menggeneralisasikan
orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi orang-orang
berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok.
Dengan kata lain,
penstereotipan adalah proses menempatkan orang-orang ke dalam kategori-kategori
yang mapan, atau penilaian mengenai orang-orang atau objek-objek berdasarkan
kategori-kategori yang sesuai, ketimbang berdasarkan karakteristik individual mereka.
Banyak definisi stereotype yang dikemukakan oleh para ahli, kalau boleh
disimpulkan, stereotip adalah kategorisasi atas suatu kelompok secara
serampangan dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan individual.
Kelompok-kelompok ini
mencakup : kelompok ras, kelompok etnik, kaum tua, berbagai pekerjaan profesi,
atau orang dengan penampilan fisik tertentu. Stereotip tidak memandang
individu-individu dalam kelompok tersebut sebagai orang atau individu yang
unik.
Contoh stereotip :
Laki-laki berpikir
logis. Wanita bersikap mental. Orang berkaca mata minus jenius. Orang batak
kasar. Orang padang pelit.Orang jawa halus-pembawaan.
Ada beberapa faktor
yang menyebabkan adanya stereotip. Pertama, sebagai manusia kita cenderung
membagi dunia ini ke dalam dua kategori : kita dan mereka. Karena kita
kekurangan informasi mengenai mereka, kita cenderung menyamaratakan mereka
semua, dan mengangap mereka sebagai homogen.
Kedua, stereotip
tampaknya bersumber dari kecenderungan kita untuk melakukan kerja kognitif
sedikit mungkin dalam berpikir mengenai orang lain. Dengan kata lain, stereotip
menyebabkan persepsi selektif tentang orang-orang dan segala sesuatu disekitar
kita. Stereotip dapat membuat informasi yang kita terima tidak akurat. Pada
umumnya, stereotip bersifat negative.
Stereotip tidak
berbahaya sejauh kita simpan di kepala kita, namun akan bahaya bila diaktifkan
dalam hubungan manusia. Stereotip dapat menghambat atau mengganggu komunikasi
itu sendiri. Contoh dalam konteks komunikasi lintas budaya misalnya, kita melakukan
persepsi stereotip terhadap orang padang bahwa orang padang itu pelit. Lewat
stereotip itu, kita memperlakukan semua orang padang sebagai orang yang pelit
tanpa memandang pribadi atau keunikan masing-masing individu. Orang padang yang
kita perlakukan sebagai orang yang pelit mungkin akan tersinggung dan
memungkinkan munculnya konflik.
c)
Prasangka
Suatu kekeliruan
persepsi terhadap orang yang berbeda adalah prasangka, suatu konsep yang sangat
dekat dengan stereotip. Prasangka adalah sikap yang tidak adil terhadap
seseorang atau suatu kelompok. Beberapa pakar cenderung menganggap bahwa
stereotip itu identik dengan prasangka, seperti Donald Edgar dan Joe R. Fagi.
Dapat dikatakan bahwa
stereotip merupakan komponen kognitif (kepercayaan) dari prasangka, sedangkan
prasangka juga berdimensi perilaku. Jadi, prasangka ini konsekuensi dari
stereotip, dan lebih teramati daripada stereotip. Richard W. Brislin
mendefinisikan prasangka sebagai sikap tidak adil, menyimpang atau tidak
toleran terhadap sekelompok orang.
Seperti juga
stereotip, meskipun dapat positif atau negatif, prasangka umumnya bersifat
negatif. Prasangka ini bermacam-macam, yang populer adalah prasangka rasial,
prasangka kesukuan, prasangka gender, dan prasangka agama. Prasangka mungkin
dirasakan atau dinyatakan. Prasangka mungkin diarahkan pada suatu kelompok
secara keseluruhan, atau seseorang karena ia anggota kelompok tersebut.
Prasangka membatasi orang-orang pada peran-peran stereotipik. Misalnya pada
prasangka rasial-rasisme semata-mata didasarkan pada ras dan pada prasangka
gender-seksisme pada gendernya.
Prasangka dapat
menghambat komunikasi. Oleh karena itu, orang-orang yang punya sedikit
prasangka pun terhadap suatu kelompok yang berbeda tetap saja lebih suka
berkomunikasi dengan orang-orang yang mirip dengan mereka karena interaksi
demikian lebih meyenagkan daripada interaksi dengan orang tak dikenal.
Ada beberapa contoh
prasangka misalnya. orang Jepang kaku dan pekerja keras, orang Cina mata
duitan, politikus itu penipu, wanita sebagai objek seks, dll. Prasangka mungkin
tidak didukung dengan data yang memadai dan akurat sehingga komunikasi yang
terjalin bisa macet karena berlandaskan persepsi yang keliru, yang pada
gilirannya membuat orang lain juga salah mempersepsi kita. Cara yang terbaik
untuk mengurangi prasangka adalah dengan meningkatkan kontak dengan mereka dan
mengenal mereka lebih baik, meskipun kadang cara ini tidak berhasil dalam semua
situasi.
d) Rasialisme
Rasialisme adalah
suatu penekanan pada ras atau menitikberatkan
pertimbangan rasial. Kadang istilah ini merujuk pada suatu kepercayaan adanya
dan pentingnya kategori rasial. Dalam ideologi separatis rasial, istilah ini
digunakan untuk menekankan perbedaan sosial dan budaya antar ras.
Walaupun istilah ini
kadang digunakan sebagai kontras dari rasisme, istilah ini dapat juga digunakan sebagai sinonim rasisme. Jika istilah rasisme umumnya merujuk pada
sifat individu dan diskriminasi
institusional, rasialisme biasanya merujuk pada suatu gerakan sosial atau politik yang mendukung teori rasisme.
Pendukung rasialisme
menyatakan bahwa rasisme melambangkan supremasi rasial dan karenanya memiliki maksud buruk, sedangkan
rasialisme menunjukkan suatu ketertarikan kuat pada isu-isu ras tanpa
konotasi-konotasi tersebut. Para rasialis menyatakan bahwa fokus mereka adalah
pada kebanggaan ras, identitas
politik, atau segregasi
rasial.
Rasialisme di sini
menjadi sangat berbahaya karena selain menghambat keefektifan komunikasi antar
budaya—antar ras yang berbeda, rasialisme dapat menjadi pemicu pertikaian antar
ras, di mana konflik yang terjadi akan sulit sekali untuk didamaikan dan
berlangsung lama. Contoh konflik akibat rasialisme yang pernah terjadi dan
terkenal di Indonesia adalah konflik- rasialisme anti-Tionghoa, di mana di
Indonesia pernah terjadi pembantaian besar-besaran terhadap ras Tionghoa yang
terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Butuh perjuangan yang panjang agar ras
Tionghoa diterima dan diakui-dihargai keberadaannya.
2.2.8
Menurut
Gitosudarmo Hambatan Utama dari Komunikasi
a)
Menilai
Sumber
Menilai sumber maksudnya ialah
penafsiran terhadap satu pesan sangat dipengaruhi oleh orang yang mengirimkan
pesan tersebut, bahkan pengalaman masa lalu dari seorang komunikator akan
sangat mempengaruhi pandangan dan reaksi komunikan terhadap gagasan atau pesan
tersebut.
b)
Tekanan
Waktu
Keterbatasan waktu adalah yang sangat
sering trjadi. Seorang manajer tidak memiliki banyak waktu untuk berkomunikasi
dengan setiap bawahannya, karena mereka terlalu sibuk sehingga informasi
penting sering terlewatkan.
c)
Masalah
Bahasa
Kegiatan komunikasi merupakan satu
proses simbolis yang sangat tergantung pada kata-kata dan mengandung arti
tertentu. Sering seseorang berfikir bahwa ia telah berbicara dengan bahasa yang
tepat dan dapat di mengerti oleh orang lain, namun kata-kata yang diucapkannya
sama sekali tidak dimengerti oleh orang lain.
d)
Penyaringan
Penyaringan sangat erat kaitannya
dengan pengolahan pesan, terutama mengenai informasi yang negatif. Hal ini
sering terjadi pada aliran komunikasi dari bawah ke atas.
e)
Mendengarkan
secara selektif
Mendengarkan secara selektif telah
menjadi satu permasalahan besar dalam penyampaian pesan ataupun informasi
karena seseorang hanya mendengarkan hal-hal tertentu dari informasi yang
diberikan serta tidak memperdulikan bagian lainnya dari informasi tersebut.
f)
Bahasa
kelompok
Kelompok professional pada umumnya
akan menggunakan istilah teknis yang hanya dapat di mengerti oleh anggota
kelompok saja. Pemakaian istilah teknis seperti overheadcrost, break event
point,dan convinience goods dan lain sebagainya sering dipakai
oleh para ahli ekonomi dan tidak dimengerti oleh kelompok lainnya sehingga
mengakibatkan adanya gangguan dalam komunikasi.
2.3
Cara Mengatasi Hambatan Komunikasi
2.3.1 Gunakan umpan balik (feedback)
Setiap
orang yang berbicara memperhatikan umpan balik yang diberikan lawan bicaranya
baik bahasa verbal maupun non verbal, kemudian memberikan penafsiran terhadap
umpan balik itu secara benar.
2.3.2 Pahami perbedaan individu atau kompleksitas individu dengan baik
Setiap individu merupakan pribadi yang
khas yang berbeda baik dari latar belakang psikologis, sosial, ekonomi, budaya
dan pendidikan. Dengan memahami, seseorang dapat menggunakan taktik yang tepat
dalam berkomunikasi.
2.3.3 Gunakan komunikasi langsung (face to face)
Komunikasi langsung dapat
mengatasi hambatan komunikasi karena sifatnya lebih persuasif. Komunikator
dapat memadukan bahasa verbal dan bahasa non verbal. Disamping kata-kata yang
selektif dapat pula digunakan kontak mata, mimik wajah, bahasa tubuh lainnya dan
juga meta-language (isyarat diluar bahasa) yang membuat komunikasi lebih
berdaya guna.
2.3.4 Gunakan bahasa yang sederhana dan mudah
Kosa kata yang digunakan hendaknya dapat
dimengerti dan dipahami jangan menggunakan istilah-istilah yang sukar
dimengerti pendengar. Gunakan pola kalimat sederhana (kanonik) karena kalimat
yang mengandung banyak anak kalimat membuat pesan sulit dimengerti.